"Two men look out through the same bars: One sees the mud, and one sees the stars."- Frederick Langbridge, A Cluster of Quiet Thoughts.
Aku jadi ketika kalah dalam lomba menulis cerpen di SMA. Sebelumnya, aku sangat yakin bisa memenangkan lomba tersebut. Pesertanya toh tidak banyak, lagipula cerita yang kutulis cukup menarik -menurut mama dan teman-teman yang membacanya sebelum kukirimkan ke meja redaksi. Aku tidak suka bekerja setengah-setengah, apalagi untuk hal yang sangat kuminati. Begitupun jika aku menginginkan sesuatu, aku harus mendapatkannya. Makanya, aku begitu kecewa ketika akhirnya tidak mendapat juara -bahkan juara ketiga pun tidak- dalam lomba itu. Nyaris saja aku berputus asa dan mengklaim diriku sebagai seorang yang gagal, jika saja tak ada ibu di sisiku, yang selalu meniupkan semangat ke dalam kisi-kisi nuraniku.
Hidup memang penuh dengan pilihan. Meski kita berada pada posisi yang sama dengan orang lain, perasaan yang kita alami bisa berbeda. Seperti dua orang dalam bar itu. Yang satu memandang ke arah bawah, maka yang dilihatnya hanya lumpur yang kotor dan ga menarik. Sementara orang yang lain, memandang ke atas, maka yang dia lihat adalah bintang yang bersinar dengan indah.
Ketika berada pada kondisi yang sulit, mislanya mengalami kegagalan dalam sebuah lomba. Apa yang akan kita lakukan? Berusaha untuk berlatih lebih giat agar tampil lebih baik di kemudian hari atau malah berputus asa dan tak mau lagi mencoba. Apakah kita akan memilih sikap pesimis atau optimis.
Cara pandang pesimis, menganggap bahwa kegagalan adalah akhir dari segalanya, semua kesalahan adalah akibat ketidakmampuan diri sendiri. Pada akhirnya kita akan mengklaim diri sendiri sebagai orang gagal. Wah, inilah yang akan menurunkan semangat kita.
Sementara cara pandang optimis berarti menganggap bahwa kegagalan itu hanyalah untuk sementara waktu, semua bisa diperbaiki asalkan kita berusaha dengan keras. Menjadi seorang yang optimis banyak sekali manfaatnya, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Seorang yang optimis biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, cukup terkenal di masyarakat. Hal ini karena sifat optimis bisa mempengaruhi orang lain. Orang-orang seperti ini pun banyak dimintai nasehat oleh orang lain, karena mampu memberikan semangat pada orang lain.
Sifat optimis juga berpengaruh pada kesehatan. Penelitian medis sederhana telah membenarkan bahwa seorang yang senantiasa optimis akan lebih mudah terhindar dari stress dan penyakit sejenis karena mereka cenderung bertahan dan bersabar dalam menghadapi kesulitan. Berbeda dengan orang yang pesimis, yang selalu berfikir negatif. Seorang yang optimis memiliki cara pandang positif dan berfikir dengan kepala dingin saat menghadapi persoalan.
Hidup ini penuh tantangan dan pilihan. Mengapa tidak mengubah cara pandang kita sekarang? Berfikirlah positif dan optimis. Nikmati hidup.
Aku jadi ketika kalah dalam lomba menulis cerpen di SMA. Sebelumnya, aku sangat yakin bisa memenangkan lomba tersebut. Pesertanya toh tidak banyak, lagipula cerita yang kutulis cukup menarik -menurut mama dan teman-teman yang membacanya sebelum kukirimkan ke meja redaksi. Aku tidak suka bekerja setengah-setengah, apalagi untuk hal yang sangat kuminati. Begitupun jika aku menginginkan sesuatu, aku harus mendapatkannya. Makanya, aku begitu kecewa ketika akhirnya tidak mendapat juara -bahkan juara ketiga pun tidak- dalam lomba itu. Nyaris saja aku berputus asa dan mengklaim diriku sebagai seorang yang gagal, jika saja tak ada ibu di sisiku, yang selalu meniupkan semangat ke dalam kisi-kisi nuraniku.
Hidup memang penuh dengan pilihan. Meski kita berada pada posisi yang sama dengan orang lain, perasaan yang kita alami bisa berbeda. Seperti dua orang dalam bar itu. Yang satu memandang ke arah bawah, maka yang dilihatnya hanya lumpur yang kotor dan ga menarik. Sementara orang yang lain, memandang ke atas, maka yang dia lihat adalah bintang yang bersinar dengan indah.
Ketika berada pada kondisi yang sulit, mislanya mengalami kegagalan dalam sebuah lomba. Apa yang akan kita lakukan? Berusaha untuk berlatih lebih giat agar tampil lebih baik di kemudian hari atau malah berputus asa dan tak mau lagi mencoba. Apakah kita akan memilih sikap pesimis atau optimis.
Cara pandang pesimis, menganggap bahwa kegagalan adalah akhir dari segalanya, semua kesalahan adalah akibat ketidakmampuan diri sendiri. Pada akhirnya kita akan mengklaim diri sendiri sebagai orang gagal. Wah, inilah yang akan menurunkan semangat kita.
Sementara cara pandang optimis berarti menganggap bahwa kegagalan itu hanyalah untuk sementara waktu, semua bisa diperbaiki asalkan kita berusaha dengan keras. Menjadi seorang yang optimis banyak sekali manfaatnya, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Seorang yang optimis biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, cukup terkenal di masyarakat. Hal ini karena sifat optimis bisa mempengaruhi orang lain. Orang-orang seperti ini pun banyak dimintai nasehat oleh orang lain, karena mampu memberikan semangat pada orang lain.
Sifat optimis juga berpengaruh pada kesehatan. Penelitian medis sederhana telah membenarkan bahwa seorang yang senantiasa optimis akan lebih mudah terhindar dari stress dan penyakit sejenis karena mereka cenderung bertahan dan bersabar dalam menghadapi kesulitan. Berbeda dengan orang yang pesimis, yang selalu berfikir negatif. Seorang yang optimis memiliki cara pandang positif dan berfikir dengan kepala dingin saat menghadapi persoalan.
Hidup ini penuh tantangan dan pilihan. Mengapa tidak mengubah cara pandang kita sekarang? Berfikirlah positif dan optimis. Nikmati hidup.
4 komentar:
artikel yang bagus mba...
cukup memotivsi..
birfikir positif dan optimis membuat hidup kita lebih tenang..
cara pandang positif akan membuat kita slalu bisa bersyukur...
sifat optimis memang akan menghindar kan kita dari stres...
karena saat kita gagal kita tidak akan tinggal diam kita akan terus berusaha untuk mencapai suatu keberhasilan...
Posting Komentar